Rabu, 12 Mei 2010

Manajemen Konflik dan Stres Kerja

A. KONFLIK KERJA

1. Pengertian Konflik Kerja

Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.

Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing. Secara garis besar, konflik kerja yang terjadi terbagi atas dua jenis, diantara lain adalah:

ü Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan.

ü Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).

Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari tiga sudut pandang antara lain:

Ø Pandangan tradisional.

Dalam pandangan ini konflik merupakan sesuatu yang tak diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.

Ø Pandangan perilaku

Pandangan ini berpendapat bahwa konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi yang biasa bermanfaat (konflik fungsional) dan bisa juga merugikan organisasi (konflik disfungsional).

Ø Pandangan interaksi

Menurut pandangan ini konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan diatas, pihak pimpinanan organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional, dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.

2. Jenis – Jenis Konflik Kerja

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu:

a. Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:

· Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing

· Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.

· Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.

· Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan –tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :

1) Konflik pendekatan-pendekatan

Contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.

2) Konflik pendekatan – penghindaran,

Contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.

3) Konflik penghindaran-penghindaran

Contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

b. Konflik Interpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

c. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok

Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

d. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

e. Konflik antara organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

3. Faktor – Faktor Konflik Kerja

Faktor – faktor yang mempengaruhi konflik dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan factor ekstern. Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal:

a) Kemantapan organisasi

Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.

b) Sistem nilai

Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.

c) Tujuan

Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.

d) Sistem lain dalam organisasi

Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sistem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.

Sedangkan faktor ekstern meliputi:

a) Keterbatasan sumber daya

Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.

b) Kekaburan aturan/norma di masyarakat

Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.

c) Derajat ketergantungan dengan pihak lain

Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.

d) Pola interaksi dengan pihak lain

Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

4. Bentuk - Bentuk Konflik Dalam Organisasi

a) Konflik Hierarki (Hierarchical Conflict), yaitu konflik yang terjadi pada tingkatan hierarki organisasi.

Misalnya: konflik komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan aggota koperasi, pengurus dengan manajer, dan pengurus dengan karyawan.

b) Konflik Fungsional (Functional Conflict), yaitu konflik yang terjadi dari bermacam-macam fungsi departemen dalam organisasi.

Misalnya: konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.

c) Konflik Staf dengan Kepala Unit (Line Staff Unit), yaitu konflik yang terjadi antara pemimpin unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang / otoritas kerja.

Misalnya: karyawan staf secara tidak formal mengambil wewenang berlebihan.

d) Konflik Formal – Informal (Formal-Informal Conflict), yaitu konflik yang terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku diorganisasi informal dengan organisasi formal.

Misalnya: pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.

5. Proses Konflik

Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lain sebagai berikut:

a. Antecedent Conditions or latent Conflict

Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi.

b. Perceived Conflict

Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut.

c. Felt Conflict

Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.

d. Manifest Conflict

Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini adalah berbagai argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.

e. Conflict Resolution or Suppression

Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua beJah pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain.

f. Conflict Alternatif

Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimasik konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh akibat terjadinya konflik.

6. Cara dan Strategi dalam mengatasi Konflik Kerja

Manajemen Konflik dapat dilakukan dengan cara, antara lain :

a) Pemecahan masalah (Problem solving)

b) Tujuan tingkat tinggi (Lipsordinate Goal)

c) Perluasan sumber (Expansion of Resources)

d) Menghindari konflik (Avoidance)

e) Melicinkankan konflik (Smoothing)

f) Kompromi (Compromise)

g) Perintah dari wewenang ( Authoritative Commands)

h) Mengubah variabel manusia (Alteringthe Human Variables)

i) Mengubah varabel structural (Altering the Structural Variables)

j) Mengidentifikasi musuh bersama (Indetifying a Common Enemy)

Para manajer dan karyawan memiliki beberapa strategi dalam menangani dan menyelesaikan konflik. Strategi tersebut antara lain adalah:

1) Menghindar

Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”

2) Mengakomodasi

Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

3) Kompetisi

Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

4) Kompromi atau Negosiasi

Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

5) Memecahkan Masalah atau Kolaborasi

- Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.

- Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

7. Peranan Konflik Kerja Dalam Organisasi

Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat -akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut:

· Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.

· Konflik ditimbulkan karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.

· Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.

Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut:

· Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.

· Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi

· Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.

· Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.

Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.

B. STRES KERJA

1. Pengertian Stres Kerja

Stres Kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari Simpton, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa relaks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

2. Penyebab Stres Kerja

Penyebab stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan yang lain antara karyawan dengan pemimpin yang prustasi dalam kerja.

3. Pendekatan Stres Kerja

Menurut pendapat Keith Davis dan John W. Newstrom, (1989:490) yang mengemukakan bahwa “Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stress management are social support, meditation, biofeedback and personal wellness programs”.

Ada empat pendekatan terhadap stress kerja yaitu

· Pendekatan dukungan sosial (social support)

Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya bermain game, lelucon, dan bodor kerja.

· Pendekatan melalui meditasi (meditation)

Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran, mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi.

· Pendekatan biofeedback

Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya.

· Pendekatan program kesehatan pribadi.

Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.

4. Cara Mengatasi Stres Kerja

Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya melalui tiga pola dalam mengatasi stress, antara lain:

  • Pola sehat, yaitu pola menghadapi stres yang terbaik dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga mereka tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.
  • Pola harmonis adalah pola menghadapi stress dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mngatur waktu secara teratur. Ia pun slalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.
  • Pola patalogis ialah pola menghadapi stress denga berdampak berbagai gangguan fisik maupun social-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memilki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.


3 komentar: